Ancaman Abrasi Penambangan Pasir Besi di Desa Balong
Oleh: Cahya Fadilah dan Khofifah Shinta Mamnukha, Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM 2021
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya mineral. Eksploitasi SDA dan mineral umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan pembangunan. Pasir besi menjadi salah satu bahan baku utama dalam industri baja dan industri alat berat, keberadaannya memiliki peranan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan industri dan pembangunan (Suroto, 2018). Salah satu daerah yang memiliki potensi dan dijadikan rencana lokasi penambangan pasir laut (pasir besi) yaitu di Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.
Rencananya, pasir laut yang dikeruk di perairan Balong hasil tambangnya murni 100% untuk material urugan perencanaan proyek Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD). Dengan harapan, bisa memperlancar arus perdagangan, perekonomian, ekspor impor, serta arus barang dan jasa di wilayah yang dilalui (detikbhayangkara.com, 2021). Luas area yang akan dikeruk adalah 3.389 hektare dengan kedalaman pasir 30 centimemeter (medcom.id, 2021). Ada dua perusahaan, yaitu PT Bumi Tambang Indonesia (BTI) dan PT Energi Alam Lestari (EAL), yang mendapat tender untuk mengeruk pasir di perairan Balong (energyworld.co.id, 2021).
Kegiatan penambangan pasir laut di perairan Balong tentu menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat. Penambangan pasir besi merupakan sebuah kebijakan yang menuai konflik karena ada perbedaan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat yang tergabung dalam massa penolak (kontra) tambang pasir laut di perairan Balong, bertekad untuk menjegal rencana penambangan. Hal ini dipertegas dengan pengiriman surat penolakan pada 26 Maret 2021 dengan tembusan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara, Bupati Jepara, DPRD Jepara, Gubernur Jawa Tengah, KLHK, sampai Presiden RI (energyworld.co.id, 2021). Masyarakat Balong menolak kegiatan penambangan di wilayah perairan Balong karena menilai dapat memperparah abrasi yang terjadi di Pantai Mah Abang dan lahan pertanian sejak penambangan di tahun 2007–2010 (detikbhayangkara.com, 2021). Selain itu, ia dapat menimbulkan konflik horizontal, menurunkan kualitas lingkungan hidup, merusak ekosistem laut, memicu tingginya gelombang air laut, dan dikhawatirkan akan ada perubahan garis pantai dari aktivitas penambangan ini. Hal itu akan menenggelamkan lahan pertanian warga. Di samping itu ada lahan milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN IX) berupa perkebunan karet dan sebagian perkebunan tebu sebagai penopang ekonomi masyarakat tentu akan terancam juga (detikbhayangkara.com, 2021). Apabila semua aktivitas pengerusakan kawasan pesisir Jepara tak dihentikan segera, maka rumah warga juga akan terancam tenggelam (ayosemarang.com, 2021).
Rencana aktivitas proyek penambangan pasir laut sebaiknya dilakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang mendalam. Sebab, lokasi di pesisir Desa Balong dan sekitarnya sudah terjadi abrasi. Dengan berbagai dampak yang akan timbul, mulai dari terganggunya aktivitas nelayan, perubahan arus, sampai gangguan bagi biota laut (radarkudus.jawapos.com, 2021). Apalagi penambangan pasir di laut dilakukan menggunakan alat berat, sudah pasti tidak bisa dihindari lagi adanya kerusakan besar terhadap linkungan. Selain itu banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hasil bumi dan rantai kehidupan laut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau sampai terjadi kerusakan lingkungan, siapa yang bertanggung jawab? Sementara itu, kelangsungan hidup masyarakat Desa Balong dan sekitarnya akan terdampak (nkripost.com, 2021).
Upaya pemerintah mendesak warga agar pro terhadap rencana penambangan pasir laut di perairan Balong terus dilakukan. Pada Kamis, 28 April 2021, sosialisasi penambangan pasir laut dari PT Energi Alam Lestari (EAL) diadakan di Ruang Serbaguna DLH Kabupaten Jepara yang merupakan inisiasi dari Camat Kembang, dan rencananya, akan diadakan sosialisi lanjutan pada hari Senin, 3 Mei 2021 di Balai Desa Balong. Sosialisasi tersebut hanya menyisakan perdebatan antara wakil masyarakat Balong dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jepara karena penyampaian yang tidak sesuai. Perwakilan masyarakat Balong sebelum acara dimulai hanya meminta data hasil kajian dari DLH yang sebelumnya sudah diminta sebagai dasar pembahasan, tapi ternyata DLH belum menyiapkan data tersebut. Maka agenda sosialisasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apapun terkait rencana penambangan pasir laut, kemudian berujung dengan tindakan semua perwakilan warga yang hadir tidak menandatangai absensi kehadiran (energyworld.co.id, 2021). Dengan situasi dan kondisi tersebut, diduga ada ketidakterbukaan penyusunan dan pembahasan dokumen AMDAL rencana penambangan pasir laut di perairan Balong. Rencana proyek penambangan pasir laut (pasir besi) di perairan Balong sudah cacat prosedural sejak awal. Sehingga, gerakan penolakan rencana penambangan pasir laut di perairan Balong terus membesar yang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat setempat tetapi mendapat dukungan dari berbagai aliansi mahasiswa, aliansi aktivis lingkungan, dan masyarakat sipil. Bahkan spanduk-spanduk bertuliskan perlawanan banyak dijumpai di sekitar lokasi rencana penambangan (murianews.com, 2021).
Pemerintah sebagai pemegang jabatan seharusnya mempertimbangkan berbagai aspek dalam pengambilan keputusan dan selalu mematuhi perundang-undangan yang berlaku dalam pengendalian lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang №32 Tahun 2009, tentang pengendalian lingkungan hidup yaitu: “Pengedalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengedalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu: pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup dengan menerapkan berbagai instrument yaitu: Kajian lingkungan hidup straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu lingkungan hidup; Kreteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.”
Oleh karena itu, kami, Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2021 menyatakan sikap PENOLAKAN atas rencana penambangan pasir laut (pasir besi) di Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara yang cacat prosedural sejak awal dan rentan akan kerusakan alam serta potensi bencana abrasi bagi wilayah sekitarnya. Masyarakat Balong sebagai pejuang lingkungan hidup harus dilindungi dari segala ancaman pidana dan perdana dalam memperjuangkan ruang hidupnya. Kami MENDESAK pemerintah daerah untuk menghentikan proyek penambangan pasir laut di perairan Balong, serta lebih mementingkan dampak lingkungan yang terjadi mengingat wilayah tersebuh rawan akan bencana.
Referensi
https://energyworld.co.id/2021/05/02/gawat-penambangan-pasir-laut-balong-jepara-hanya-kamulfalse/. Minggu, 2 Mei 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
https://detikbhayangkara.com/2021/03/29/penambangan-pasir-laut-di-desa-balong-kabupaten-jepara-diduga-masih-terjadi-pro-dan-kontra/. Senin, 29 Maret 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
https://nkripost.com/rencana-penambangan-pasir-besi-di-pantai-balong-donorojo-jepara/. Jumat, 30 April 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
https://radarkudus.jawapos.com/read/2021/03/25/249746/soal-pengerukan-pasir-di-laut-balong-nelayan-sepakat-dengan-syarat. Kamis, 25 Maret 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
https://www.ayosemarang.com/read/2021/03/26/74154/tambang-pasir-di-jepara-bisa-tenggelamkan-rumah-warga. Jumat, 26 Maret 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
https://www.medcom.id/nasional/daerah/gNQ5VOqN-masyarakat-di-jepara-serukan-penolakan-penambangan-pasir-laut. Rabu, 31 Maret 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
https://www.murianews.com/2021/05/04/216565/suara-penolakan-tambang-pasir-laut-menggelora-di-balong-jepara.html. Selasa, 4 Mei 2021, diakses tanggal 20 Mei 2021.
Suroto dan Gunarto. Maret 2018. Dampak Penambangan Pasir Besi Di Desa Bandungharjo, Banyumanis Dan Ujungwatu Kabupaten Jepara Menurut UU №32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Daulat Hukum. Vol. 1. №1.