Kerentanan Semarang terhadap Banjir Tak Melulu tentang Intensitas Hujan
Oleh: Nora Amalia dan Friska Dyah, Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2021
Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang termasuk dalam daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang periode Juni 2020, Kota Semarang memiliki total jumlah penduduk sejumlah 1.680.417 jiwa dengan luas wilayah sebesar 370,70 km².
Sebagai daerah yang menjadi ibukota Provinsi Jawa Tengah, sudah menjadi hal yang biasa manakala pembangunan dan pengembangan kota terus saja dilakukan. Sayangnya, laju pembangunan mau tidak mau selaras pada Kota Semarang yang kian rentan terhadap bencana banjir.
Jenis banjir yang terjadi di Kota Semarang semula hanyalah banjir rob, namun seiring berjalannya waktu bertambah oleh banjir kiriman dari hulu (daerah Ungaran), serta banjir lokal yang kemudin menyebabkan luasan banjir di Kota Semarang kian bertambah tiap tahunnya. Tentu saja hal ini terjadi bukan serta merta karena curah hujan yang ekstrem.
Lalu, faktor apa yang paling mendominasi banjir Kota Semarang?
Bertambahnya jumlah penduduk mendorong satu wilayah untuk memperluas wilayah permukiman dan pembangunan infrastruktur lainnya. Hal ini berdampak pada pembukaan lahan di daerah yang — dulunya berupa daerah penampungan luapan banjir — beralih menjadi lahan terbangun. Akibatnya, besaran run off (air larian) semakin besar karena daerah peresapan air terganggu.
Permasalahan banjir di Kota Semarang merupakan satu kesatuan yang kompleks. Sebagai pusat aktivitas ekonomi dan penduduk Provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk Kota Semarang tumbuh secara pesat dan mau tidak mau kebutuhan akan lahan terus meningkat. Selain itu, tata ruang kota yang tidak sesuai antara laju pembangunan dan infrastuktur penampung air pun disinyalir menjadi alasan mengapa banjir terus saja terjadi. Kecepatan antara kebutuhan masyarakat dalam membangun kota seharusnya diimbangi oleh kemampuan pemerintah dalam membangun prasarana kota yang ramah lingkungan.
Dilansir melalui wawancaranya dengan Tirto.id, Bosman Batubara, sebagai peneliti tata kelola air dan kota, menyebutkan bahwa persoalan Kota Semarang erat kaitannya dengan daerah di sekelilingnya, terkhusus Kabupaten Demak dan Kendal. Permasalahan tersebut diiringi oleh kerusakan lahan di kawasan hilir Kota Semarang serta ekstraksi berlebih pada air tanah dan pembangunan kota berskala besar yang masih menjorok ke arah laut dan pada akhirnya membuat penurunan muka tanah mencapai 10 sentimeter pada setiap tahunnya.
Faktor lain penyebab banjir Semarang menurut pakar Hidrologi Universitas Diponegoro, Dr. Ir. Nelwan Dipl. H.E., adalah adanya pelabuhan dan aktivitas pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas. Ia menyebutkan, pengambilan air tanah hanya menyumbang sedikit pada penurunan permukaaan tanah Kota Semarang, sedangkan faktor terbesarnya adalah karena adanya gangguan keseimbangan garis pantai yang disebabkan oleh adanya pelabuhan dan aktivitas pergerakan yang terjadi sampai sekarang. Ia menambahkan, penanganan yang dilakukan pemerintah Kota Semarang belum menyentuh akar permasalahan dan hanya bersifat sementara. Solusi yang bisa dilakukan terkait permasalahan tersebut adalah diberhentikannya pengerukan laut di kawasan pelabuhan serta pemindahan pelabuhan ke tengah laut yang diiringi oleh pembangunan pemecah gelombang, tetapi dalam pelaksaannya akan membutuhkan biaya yang sangat besar karena akan dilakukan pemindahan pelabuhan.
Kita tidak bisa terus menyalahkan cuaca sebagai satu-satunya pengaruh banjir di Kota Semarang, adanya faktor lain seperti penurunan porsi kawasan hijau dan peningkatan pembangunan ternyata memiliki dampak yang sangat besar pada volume banjir yang terus meningkat di setiap tahunnya. Pemerintah perlu berupaya untuk memperbaiki pemanfaatan lahan-lahan hijau di kawasan hulu dan melakukan evaluasi kembali tata ruang Kota Semarang. Kota Semarang sebagai kawasan pesisir perlu melakukan percepatan dan perluasan kawasan hutan mangrove yang tangguh dalam menghadapi penyebab banjir.
Referensi
Bosman Batubara, dkk. (2020). Maleh Dadi Segoro: Krisis Sosial-Ekologis Kawasan Pesisir Semarang-Demak. Yogyakarta: Lintas Nalar, CV
CNNIndonesia. (2021). Pengamat soal Banjir Semarang: Pembangunan Kota Terlalu Masif. Diakses 10 Februari 2021 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210207110948-20-603254/pengamat-soal-banjir-semarang-pembangunan-kota-terlalu-masif
CNNIndonesia. (2021). KLHK Beberkan Indikasi Penyebab Banjir Semarang. Diakses 10 Februari 2021 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210208141416-20-603665/klhk-beberkan-indikasi-penyebab-banjir-semarang
Tirto.id. (2021). Kerusakan Lingkungan Penyebab Banjir Semarang, Bukan Sekadar Hujan. Diakses 10 Februari 2021 dari https://tirto.id/kerusakan-lingkungan-penyebab-banjir-semarang-bukan-sekadar-hujan-f97j
TribunJateng. (2018). Ini Kata Pakar Hidrologi Undip Semarang Terkait Penurunan Permukaan Tanahdi Kota Semarang. Diakses 10 Februari 2021 dari https://jateng.tribunnews.com/2018/04/24/ini-kata-pakar-hidrologi-undip-semarang-terkait-penurunan-permukaan-tanah-di-kota-semarang?page=all