PLTU Karangkandri: Pemenuhan Energi Berselimut Kontroversi

Walah Unnes
7 min readApr 16, 2021

--

Oleh Shahnas Millenia Safitri dan Sinta Dwi Septiningtyas, Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2021

Sumber: walhijateng.org

Listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting dan vital bagi kehidupan masyarakat. Ketersediaan listrik dalam suatu negara dapat diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya yaitu dengan pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik. PLTU batu bara merupakan suatu sistem pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batu bara yang mengkonversi energi air menjadi energi listrik dengan menggunakan uap air sebagai fluida kerjanya, yaitu dengan memanfaatkan energi kinetik uap untuk menggerakkan sudu-sudu turbin. Sudu-sudu turbin menggerakkan poros turbin, untuk selanjutnya poros turbin menggerakkan generator. Dari generator inilah kemudian dibangkitkan energi listrik.

Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, direncanakan Program PLTU 10.000 MW Tahap I. Sesuai peraturan Presiden Republik Indonesia No 71/2006 yang mengatur tugas PT PLN dengan tujuan mempercepat pembangunan PLTU Batubara untuk mempercepat ketersediaan listrik, kemudian dibuatlah program untuk membangun 35 unit PLTU dengan total tenaga 10.000 MW. Pemerintah memilih mengandalkan batu bara dengan alasan bahwa negeri ini mempunyai batu bara yang berlimpah. Sementara dampak lingkungan, kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat dari pendirian PLTU kurang menjadi pertimbangan pemerintah. Salah satu PLTU yang dibangun adalah PLTU Karangkandri Cilacap yang berlokasi di Desa Karangkandri, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, yang merupakan salah satu pembangkit listik yang sangat penting peranannya untuk pemenuhan kebutuhan listrik jaringan Jawa, Madura dan Bali yang menghasilkan 1x660 MW.

PLTU Karangkandri ini dimiliki oleh PT S2P (Sumber Segara Primadaya) yang merupakan hasil joint venture company antara PT PJB (Pembangkitan Jawa Bali) dan PT SSP (Sumber energy Sakti Prima). Peran strategis PLTU Karangkandri terhadap sistem kelistrikan Jawa‐Bali menarik PT PJB untuk memiliki sebagian besar dari saham PT S2P. Keberadaan PT. Sumber Segara Primadaya dilatarbelakangi oleh upaya pemerintah di tahun 2000 untuk lepas dari terpaan krisis ekonomi dengan memacu pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadilah kebutuhan listrik yang melonjak tajam. PT. S2P ini memiliki 3 unit pembangkit listrik, 2 unit berkapasitas 1x660 MW dan 2x300 MW sudah beroperasi sementara unit kapasitas 1x1000 MW akan dijadwalkan beropreasi dalam waktu dekat.

Seperti halnya PLTU yang menggunakan batubara pada umunya, PLTU Karangkandri juga memberikan dampak yang buruk bagi penurunan kualitas lingkungan hidup di sekitar. Salah satu contoh aktivitas PLTU Karangkandri yang memicu kasus tentang pencemaran lingkungan yaitu terkait cerobong asap yang meresahkan masyarakat sekitar karena memicu banyak dampak negatif terkait kesehatan. Cerobong asap (Chimney) sendiri adalah suatu tempat penyimpanan hail-hasil pembuangan bahan atau material yang berupa butiran-butiran abu batu bara (fly ash) yang berbentuk silinder atau tabung. Keluhan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar PLTU utamanya karena cerobong asap PLTU tersebut menghasilkan polusi debu batu bara yang berampak negatif terhadap kesehatan masyarakat karena banyak masyarakat sekitar yang terjangkit penyakit saluran pernafasan seperti ISPA, bronchitis, faringitis dan sebagainya. Hal tersebut diperkuat oleh aktivis Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Tengah yang menyatakan setiap hari masyarakat harus menghirup asap, debu dan abu batu bara.

Dampak yang paling dirasakan warga adalah tempat pembuangan limbah B3 yang dihasilkan dari pembakaran batubara yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari pemukiman penduduk, hal ini tentunya sangat mengganggu kesehatan masyarakat. Persoalan tersebut diperparah karena tidak adanya Green Belt (Sabuk Hijau) di sekitar ash yard tersebut dan juga tidak adanya penutup ketika debu ash yard berterbangan karena terkena angin yang mengakibatkan debu tersebut masuk kepemukiman penduduk. Serta ditambah lagi belum lama ini pihak PLTU Karangkandri telah menambah tempat penimbunan Limbah B3 yang tentunya akan lebih berdampak lagi terhadap kesehatan penduduk.

Lokasi berdirinya PLTU Karangkandri sebelumnya merupakan area resapan air yang pada awalnya merupakan daerah persawahan dan rawa-rawa yang mampu memberikan normalisasi arus air sungai sekaligus menyerap air hujan yang menyebabkan kawasan ini relatif subur untuk digunakan sebagai lahan pertanian meski berada di tepi pantai. Akan tetapi, lokasi resapan air saat ini beralih fungsi menjadi kawasan industri setelah beroperasinya PLTU Karangkandri sehingga area resapan pun hilang, dan terhalangnya jalur buangan air ke laut oleh perbedaan tinggi permukaan tanah area pemukiman dan sawah. Kualitas air mengalami penurunan dari batas normal dan mendekati tidak layak konsumsi. Air yang sebelumnya tidak berasa, kini menjadi agak asin. Selain itu, PLTU Karangkandri yang berada pada pesisir pantai selatan juga membuang limbah dengan suhu panas sehingga menyebabkan habitat ikan dipesisir pantai terganggu. Pembangunan PLTU di Kabupaten Cilacap ini mendapat penolakan dari masyarakat Desa Karangkandri karena telah merampas ekonomi 23.000 nelayan setempat. Akibatnya, pencarian ikan menjadi semakin jauh ke laut dan hasil tangkapan juga menurun sehingga menyebabkan beberapa nelayan kemudian beralih profesi.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 101/2014 soal pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, mengatur bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3. Namun fakta di lapangan, PT. S2P (PLTU Karangkandri) membuang fly ash dan bottom ash ke ruang terbuka. Selain itu, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup menetapkan bahwa setiap rencana kegiatan yang mungkin dapat menimbulkan dampak besar dan penting diwajibkan untuk memiliki AMDAL. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/ kegiatan menurut PP No 27 Tahun 1999. Faktanya kenyataan di lapangan, pengelolaan AMDAL oleh pihak PLTU Karangkandri belum terlaksana dengan baik.

Pengelolaan PLTU seharusnya mengacu pada :

· UU HAM №39 Tahun 1999 Pasal 9 ayat (3), Bahwa setiap orang berhak mendapat lingkungan yang sehat dan nyaman.

· UU №23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 5 ayat (1) menyatakan “Bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”, dan Pasal 34 ayat (1) tentang Ganti Rugi.

· PP RI №4 / 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Propinsi Jawa Tengah.

· PP RI №27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

· KEPMENLH №2 tahun 2000 tentang Panduan Penelitian Dokumen AMDAL

· KEPMENLH №3 tahun 2000 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

· Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan №8 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

· PERDA №20/2003 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Cilacap.

· Amdal, RKL dan RPL PLTU Cilacap

· KEPMENLH NO. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

· SK. GUB. JATENG NO. 660. 1/27/1990 tentang Penggolongan Limbah Cair di Propinsi Jawa Tengah.

· PERDA Kab Cilacap №27 tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Lembaga riset Pemerintah Indonesia membantah ekspansi PLTU akan menyebabkan dampak kesehatan secara langsung. Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), belum ada bukti polusi udara yang menyatakan bahwa operasional PLTU bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker otak. Menurutnya, yang terpenting adalah buangan asap cerobong harus selalu dimonitor. Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga menjamin operasional PLTU gunakan alat pengontrol emisi (continuous emission monitoring system/CEMS). Pihak PLN mengatakan kepada Merdeka.com, bahwa telah menerapkan teknologi rendah karbon dengan tingkat efisiensi tinggi (high efficiency and low emmission/HELE) seperti clean coal technology (super critical dan ultra super critical). Namun hal tersebut dibantah meski dengan sistem HELE sekalipun, PLTU batubara tetap melepaskan emisi CO2 ke udara yang menyebabkan pemanasan global. Endcoal.org mencatat sejak 2006–2020 setidaknya ada 171 PLTU batubara yang beroperasi di Indonesia dengan total kapasitas 32.373 megawatt. Pembangkit-pembangkit ini ikut menyumbang CO2 yang dihasilkan oleh seluruh PLTU di dunia yang mencapai 258.394 juta ton dengan rata-rata emisi tahunan sekitar 6.463 juta ton. Indonesia menempati urutan ke-lima negara yang punya PLTU terbanyak di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat dan Rusia. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Indonesia, pengadaan listri masih 61% bergantung PLTU batubara. Berdasarkan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) PLTU Karangkandri Unit I dan II menyebutkan bahwa PLTU Karangkandri menghasilkan limbah fly ash dan bottom ash sebanyak 4.500 ton setiap bulan. Melihat persoalan tersebut, seharusnya negara dan pemerintah daerah dapat menjamin hak warga negara untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang bersih, serta menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut dengan tegas. Ketika memang terbukti adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PLTU PT. Sumber Segara Primadaya (S2P) harus segera ditindak lanjuti, melihat sudah banyak Masyarakat yang merasa dirugikan karena adanya dampak PLTU terssebut..

Tuntutan yang diajukan masyarakat terhadap pihak PLTU Karangkandri antara lain :

a. Dilakukan audit lingkungan dengan melibatkan lembaga teknis independen dan masyarakat sekitar, agar masyarakat secara proaktif dapat kerontribusi dalam pemantauan dan pengelolaan lingkungannya.

b. Tanggungjawab PLTU Karangkandri untuk mengembalikan/memperbaiki kondisi lingkungan seperti semula dan memberikan ganti rugi kepada warga yang terkena dampak sesuai dengan kerugian yang dialami, sebagaimana terlampir dalam Matriks Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra Konstruksi, Konstruksi dan Operasional PLTU Karangkandri sebagai rincian tuntutan masyarakat kepada pihak PLTU.

c. Tanggungjawab atas rehabilitasi lingkungan ini harus diikuti pula dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial atau CSR (Corporate Social Responsibility) oleh manajemen PLTU terhadap masyarakat, mengingat bahwa akibat menurunnya daya dukung lingkungan juga berdampak secara sosial dan ekonomi terhadap masyarakat. Tuntutan ini diajukan sebagaimana yang diamanahkan pasal 34 tentang Ganti Rugi ayat (1) UU №23/1997. Hal ini juga sesuai dengan hasil jajak pendapat, dimana 238 responden menghendaki ganti rugi, 67 responden menghendaki adanya perbaikan lingkungan, sedang 174 responden menghendaki pemberian ganti rugi sekaligus perbaikan lingkungan dilakukan.

d. Mendesak Pemerintah Kabupaten Cilacap dan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Cilacap sebagai wakil rakyat, untuk terus menyikapi dengan serius dan memfasilitasi upaya pemecahan permasalahan masyarakat terkait dengan dampak lingkungan dan sosial akibat adanya pembangunan dan operasionalisasi PLTU Karangkandri ini sesuai mekanisme kerja yang ada.

Referensi

Bahri, S. (2018). Dampak Kesehatan dan Lingkungan Emisi Debu dari Aktivitas Pltu Karangkandri Cilacap. Ratih: Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau, 3(1), 9.

Rahmasari, R., & Budiono, Z. (2016). Hubungan Kadar Debu PLTU Karangkandri dengan Kejadian Penyakit ISPA di Desa Karangkandri, Kec Kesugihan, Kab Cilacap Tahun 2016. Buletin Keslingmas, 35(4), 278–282.

Dewi, R. C. (2016). Kajian Pola Penyebaran Spasial dan Temporal Kualitas Udara Ambien di Lingkungan Sekitar PT. Sumber Segara Primadaya (S2p)–Pltu Cilacap Jawa Tengah (Doctoral dissertation, UPN” Veteran” Yogyakarta.

Indiarto, I., Ramadhan, R. A., Purwono, N. A., & Rustendi, I. (2021). Analisa Transformasi Gelombang pada Breakwater di PLTU Karangkandri Cilacap. Teodolita (Media Komunikasi Ilmiah di Bidang Teknik), 21(2).

Mara, Hasayangan. 2011. Academia.edu. Studi Gerakan Sosial dan Politik di Cilacap Jawa Tegah.https://www.academia.edu/8311959/Studi_Gerakan_Sosial_dan_Politik_di_Cilacap_Jawa_Tengah. Diakses pada 23 Maret 2021.

Wahyuni, Wiji Tri. 2016. Dampak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Bunton Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. http://lib.unnes.ac.id/27750/ . Diakses pada 23 Maret 2021.

Fandi. Walhi.or.id. 2019. Cilacap Tolak Energi Kotor Batubara “Menuntut Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik”. https://www.walhi.or.id/cilacap-tolak-energi-kotor-batubara-menuntut-hak-atas-lingkungan-hidup-yang-baik#:~:text=Sumber%20Segara%20Primadaya%20(S2P)%20adalah,dijadwalkan%20beropreasi%20dalam%20waktu%20dekat. Diakses pada 23 Maret 2021..

Apriando, Tommy. Mongabay.co.id. Problem Lama Belum Usai, Masalah Warga Winong Bakal Bertambah dengan PLTU Baru. https://www.mongabay.co.id/2019/05/13/problem-lama-belum-usai-masalah-warga-winong-bakal-bertambah-dengan-pltu-baru/. Diakses pada 23 Maret 2021.

Ariefana, Pebriansyah. Jateng.suara.com. 2019. Warga Korban Pencemaran Lingkungan PLTU Karangkandri Marah: Kami Sakit!. https://jateng.suara.com/read/2019/11/14/131008/warga-korban-pencemaran-lingkungan-pltu-karangkandri-marah-kami-sakit?page=all. Diakses pada 23 Maret 2021.

--

--

Walah Unnes
Walah Unnes

Written by Walah Unnes

Media Informasi Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2022

No responses yet