Polemik Sampah Menjadi Energi Listrik: PLTSa Putri Cempo Surakarta

Walah Unnes
6 min readMar 26, 2021

--

Oleh Ardhiatama Purnama Aji, Menteri Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2021

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Sampah tampaknya menjelma ihwal yang tak terpisahkan dari manusia pada era sekarang. Mari tengok aktivitas kita sehari-hari. Setelah menghabiskan sampo, kita membuang bungkusnya. Ketika kita hendak memasak mi instan, kita menyisakan kemasannya. Begitu pula pak rokok, alat kontrasepsi, bungkus jajanan, hingga botol ciu bekas minum-minum semalam suntuk. Sungguh terlalu. Heu-heu.

Tak pelak, sisa sampah yang kita hasilkan akan menimbun, memenuhi ruang di sekitar kita. Di Surakarta saja, sekira 200–300 ton sampah menggunung dalam satu hari di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo (Wibowo, 2019). Banyak bukan? Nah, berikutnya sampah-sampah ini mau diapain?

PLTSa: Solusi Persoalan Sampah(?)

Sampah-sampah itu tentunya tidak akan moksa, atau menghilang dari muka bumi dengan sendirinya. Sebaliknya, timbulan sampah kian membengkak dan bervariasi akibat pertumbuhan penduduk serta gaya hidup yang konsumtif. Model pengolahan sampah yang termaktub pada UU №18 Tahun 2008 — yakni reduksi sampah di tataran produsen dan konsumen, serta penanganan sampah berupa pemilahan, penghimpunan, pemindahan, dan pemprosesan akhir — dinilai kurang ampuh menyelesaikan persoalan ini.

Maka, pemerintah pun menggagas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 kota Indonesia, salah satunya Surakarta. PLTSa sendiri merupakan teknologi yang mampu mengenyahkan — membakar — sampah secara singkat dan menjadikan hasil pembakarannya sebagai energi listrik. Untuk memuluskan gagasan ini, pemerintah memasukkan pembangunan PLTSa dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) lewat Perpres №58 Tahun 2017 tentang Proyek Infrastruktur Nasional (Winanti, 2018).

Pemkot Surakarta telah membuka lelang kepada sejumlah perusahaan untuk menjalankan proyek PLTSa ini. Hasilnya, PT Citra Metrojaya Putra, PT Pembangunan Perumahan (PP) — keduanya sebagai BUMN, dan PT Solo Metro Citra Plasma Power didapuk menjadi pengerjanya. Mereka juga dibantu oleh perusahaan penyedia energi teknologi mesin gas asal Austria, General Electric. Nilai investasi PLTSa ini sebesar 417 miliar rupiah dan berlangsung selama 20 tahun. PLTSa ini disebut dapat memproses 450 ton sampah menjadi 10–12 MW energi listrik (Roswulandari & dkk, 2019).

PLTSa ini mengolah sampah melalui empat tahapan, pemprosesan sampah, insinerasi (pembakaran) sampah dan boiler, pembangkit listrik dalam Stream Turbin Generator (STG), serta kontrol pencemaran udara. Tak cuma itu, instrumen pendukung pun diperlukan, yakni pengelola air limbah, pengelola abu (fly dan bottom ash), serta sistem peralatan dan pengendalian (Winanti, 2018). Dengan begitu, PLTSa secara cepat dapat menjelma solusi baru bagi krisis sampah di seantero Indonesia.

Polemik PLTSa sebagai Solusi Persoalan Sampah

Teknologi mutakhir bernama PLTSa ini dianggap akan berdampak negatif bagi warga di sekelilingnya. Dari riset yang dilakukan oleh Fuad Saiful Lutfi, keberadaan PLTSa dinyana menghapuskan mata pencaharian warga sekitar TPA Putri Cempo sebagai pemulung. Mereka menghimpun sampah ke rumahnya (menabung sampah), sehingga tabrakan sistem pengelolaan spasial rumah warga tak terhindarkan. Tabrakan spasial tersebut akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan keadaan psikologis warga (Lutfi, 2020).

Dari narasi-narasi di atas, PLTSa dengan insinerator untuk membakar sampah menjadi energi ini tampak sangat-sangat menjanjikan, tentunya, dalam mengatasi krisis sampah. Namun, Paul Connett, aktivis cum pakar toksikologi dan kimia lingkungan, mengatakan bahwa PLTSa masih bermasalah sejak dalam pembangunannya. Pada masa silam, nilai investasi dan operasional insinerator yang tinggi membuat teknologi ini ditinggalkan di sejumlah negara. Alih- alih dialokasikan secara optimal, anggaran negara malah digelontorkan untuk membangun proyek yang tak berkelanjutan dan membahayakan kesehatan masyarakat (Aliansi Zero Waste Indonesia, 2020).

Dalam proses insinerasi, insinerator membakar sampah yang telah dihimpun serta mengubahnya menjadi abu dan gas. Lantas, PLTSa memerlukan peran unit pengendali pencemaran udara yang memiliki harga lebih mahal ketimbang insinerator. Nah, sisa abu dan gas tadi membutuhkan tempat pembuangan akhir karena sifatnya yang berbahaya (B3) bagi tubuh manusia — makhluk hidup. Masalah akan tambah runyam jika insinerator dan unit pengendali pencemaran tersebut tak bekerja baik. Pasalnya, ia akan melepaskan partikel berbahaya seukuran nano yang dapat menyisip ke dalam paru-paru dan saluran darah (Alfarizi, 2020).

Di aspek kesehatan, hirupan terhadap senyawa dioksin — yang timbul dari proses insinerasi — bagi seekor sapi selama sehari setara dengan 14 hari hirupan bagi manusia. Lantas bagaimana setelah kita mengonsumsi sapi tersebut? Dioksin akan melekat dengan lemak di tubuh manusia sekejap setelah itu. Bagi laki-laki, dioksi akan terus melekat selamanya di dalam tubuh. Bagi perempuan, dioksin bisa hilang lewat melahirkan dan dioksinnya akan ditransfer ke tubuh si bayi (Prima, 2019). Kata Paul Connett, partikel nano bernama dioksin ini akan merusak jaringan otak, membengkakkan otak, menumbuhkan kanker otak, dan gangguan mental (Abidin, 2021). Udah berubah pikiran belom? WOY!

Sisi lain, marilah kita melihat paragraf pembuka tadi. Botol ciu, alat kontrasepsi bekas, botol sampo, kemasan mi instan, dan plastik pembalut pak rokok tentu tidak diproduksi oleh konsumen, tapi diproduksi korporasi yang memproduksi produk itu. Jika PLTSa sudah dibangun dan beroperasi, kita patut khawatir, para korporat akan terus memakai plastik sebagai pembungkus produk mereka. Sampah pun akan terus bertambah sejalan dengan produksi energi listrik oleh PLTSa. Padahal, merekalah yang memproduksi plastik secara masif, berandil besar menciptakan krisis sampah. Seharusnya, mereka juga yang bertanggung jawab mengolah sampah yang mereka produksi. Akhirnya, PLTSa hanya menjadi penyelesaian semu dari krisis sampah.

Penandas (Upaya Solutif dengan Gerakan Zero Waste)

Dengan penumbalan ekonomis, kesehatan, dan ekologis yang diakibatkan pembangunan PLTSa, kita perlu memikirkan kembali upaya yang lebih berkelanjutan serta ramah pundi-pundi dan lingkungan. Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak pemerintah untuk tetap menegakkan UU №18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebab, peraturan tersebut lebih berkelanjutan serta meminimalisasi risiko kesehatan dan finansial (Aliansi Zero Waste Indonesia, 2020).

Paul Connett — yang telah saya maktub berkali-kali tadi — tak hanya membuncahkan kritik, tapi turut pula urun pendapat dalam menyelesaikan persoalan sampah. Ia mengatakan, solusi paling ideal pada abad ke-21 ini adalah gerakan zero waste (Abidin, 2021). Setidaknya, ada 10 langkah yang bisa merepresentasikan kesuksesan gerakan zero waste.

Lima langkah pertama dilakukan untuk mengurangi besaran sampah, yakni pemilahan sampah rumah tangga, pengumpulan sampah rumah per rumah, pembikinan kompos, pendauran ulang, dan pemakaian ulang (reuse). Lima langkah kedua dimaksudkan untuk mengurangi sisa sampah, yakni pengadaan insentif dalam daur ulang sampah, inisiasi pengurangan sampah, pemisahan antara fasilitas pengelolaan sampah dan sentra penelitian zero waste, serta produksi barang-barang yang ramah lingkungan (Muhajir, 2016).

Harapan saya, pemerintah akan berubah pikiran serta mulai mengacuhkan dampak ekonomis, sosial, psikologis, dan kesehatan pembangunan PLTSa bagi masyarakat. Lewat tulisan ini, saya juga mendesak perusahaan untuk mengurangi pemakaian plastik sebagai kemasan sebuah produk. Sekalipun tak bisa, perusahaan harus bertanggung jawab mengolah sampah yang mereka pakai untuk mengemas segala produk mereka. Saya pun berharap, pembaca sekalian mulai menggunakan produk ramah lingkungan dan turut serta dalam gerakan zero waste. Sekian dan terima kasih.

Referensi

Abidin, D. (2021, Maret 11). PLTSa dengan Teknologi Pembakaran Sampah Insinerator Bakal Dibangun. Retrieved from SUARAMERDEKA.COM: https://www.suaramerdeka.com/regional/semarang/257116-pltsa-dengan-teknologi- pembakaran-sampah-insinerator-bakal-dibangun?page=3

Alfarizi, M. K. (2020, Januari 11). Ilmuwan Sebut Pengolahan Sampah Insinerator Bisa Sebabkan Kanker. Retrieved from Tempo.co: https://tekno.tempo.co/read/1293692/ilmuwan-sebut-pengolahan-sampah-insinerator- bisa-sebabkan-kanker/full&view=ok

Aliansi Zero Waste Indonesia. (2020, Oktober 10). Mandat Undang-undang: Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan dan Lindungi Kesehatan Masyarakat. Retrieved from Aliansi Zero Waste Indonesia: https://aliansizerowaste.id/2020/01/10/mandat-undang- undang-pengelolaan-sampah-yang-berkelanjutan-dan-lindungi-kesehatan-masyarakat/

Aliansi Zero Waste Indonesia. (2020, Oktober 13). Perpres №35/2018 tentang PLTSa: Pemaksaan Teknologi Mahal dan Tidak Berkelanjutan. Retrieved from Aliansi Zero Waste Indonesia: https://aliansizerowaste.id/2018/05/31/perpres-no-35-2018-tentang- pltsa-pemaksaan-teknologi-mahal-dan-tidak-berkelanjutan/

Lutfi, F. S. (2020, Juli 13). “Penataan Kawasan TPA Putri Cempo dengan Fokus Perancangan Permukiman Humanis dan Lokakarya”. Retrieved from http://eprints.ums.ac.id/85092/10/NASKAH%20PUBLIKASI

Muhajir, A. (2016, November 22). Bapak Nol Sampah Tawarkan 10 Langkah Atasi Masalah Sampah. Retrieved from Mongabay: https://www.mongabay.co.id/2016/11/22/bapak-nol- sampah-tawarkan-10-langkah-atasi-masalah-sampah/

Prima, E. (2019, Juli 14). Alasan Prof. Paul Connett Menolak Insinerator. Retrieved from Tempo.co: https://tekno.tempo.co/read/1224318/alasan-prof-paul-connett-menolak- insinerator/full&view=ok

Roswulandari, A., & dkk. (2019). “Waste to Energy (WTE) Putri Cempo As Urban Innovation: A Financial Analysis”. 18th International Conference on Sustainable Environment and Architecture (SENYAR 2018). 156, pp. 171–174. Atlantis Press.

Wibowo, A. W. (2019, Oktober 13). Sindonews.com. Retrieved Maret 17, 2021, from PLTSa Putri Cempo Solo, Tumpuan Solusi Atasi Persoalan Sampah: https://daerah.sindonews.com/artikel/jateng/9882/pltsa-putri-cempo-solo-tumpuan-solusi- atasi-persoalan-sampah

Winanti, W. S. (2018). Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan, (pp. 65–71). Jakarta.

--

--

Walah Unnes
Walah Unnes

Written by Walah Unnes

Media Informasi Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2022

No responses yet