POLEMIK LINGKUNGAN JEPARA UTARA: DARI PLTU TANJUNG JATI B SAMPAI RENCANA PENGERUKAN PASIR PANTAI MAHBANG BALONG
“Tulisan hasil berdialektika dengan warga pada kegiatan Dolan Jateng”
Oleh Nathanael Christoper dan Vinasya Adella — Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2022
Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah terletak pada 5°43`20,67” sampai 6°47` 25,83” Lintang Selatan dan 110°9`48,02” sampai 110°58` 37,40” Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Jepara memiliki batas sebagai berikut: sebelah Barat dan Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Pati dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Demak. Jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan yaitu 7km dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa yaitu 90 km. Dipandang dari ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut, wilayah Kabupaten Jepara terletak mulai dari 0 m sampai dengan 1.301 m. kabupaten jepara memiliki dan menyimpan banyak potensi di dalamnya salah satunya ialah sumber daya alam yang cukup melimpah, pantai-pantai yang mempeson dengan akses yang strategis. Dengan aksesnya yang strategis tersebut yakni memiliki garis pantai di laut jawa, di jepara ini kemudian di bagian utara Kabupaten Jepara ini dibangun PLTU untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik. Yakni PLTU Tanjung Jati B terletak di ujung semenanjung muria Pulau Jawa (6° 26” LS 110° 44” BT), sekitar 40 km dari kota Jepara. Menempati area seluas 150 Ha yang termasuk wilayah Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jepara ini merupakan jenis pembangkit yang menggunakan “uap panas” untuk memutar turbin. Uap panas yang digunakan dapat berasal dari proses penguapan air melalui boiler, pembangkit ini menggunakan bahan bakar batu bara maupun bahan bakar minyak untuk memanaskan air. Tingginya jumlah persediaan batu bara baik secara global maupun di Indonesia serta harga yang rendah menjadikan PLTU berbahan bakar batu bara masih menjadi salah satu yang tertinggi produksinya. Dalam PLTU, batu bara digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan energy panas yang kemudian berfungsi untuk mengubah fasa fluida kerja dari cair menjadi uap. Energi kinetik yang terkandung dalam uap kemudian dimanfaatkan untuk memutar turbin yang tersambung dengan generator. Salah satu permasalahan utama dari pemanfaatan batu bara dalam pembangkitan listrik adalah tingginya emisi CO2 yang merupakan produk sampingan dari proses pembakaran batu bara.
Pembangunan PLTU di Jepara dinisiasi untuk menyelamatkan ketersediaan energi bagi Pulau Jawa dan Bali.
Pembangunan PLTU di Jepara ini merupakan salah satu projek besar di bidang ketenaga listrikan nasional yang dipelopori oleh PT. Sumitomo Coorporation Wasa Mitra Join Operational yang merupakan pemborong dari Jepang. Proyek ini bermula pada 1994 dengan penandatangan Persetujuan Pembelian Tenaga Listrik antara PLN dan PT HI Power Tubanan I yang akan membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap sebesar 2 x 661 MW Tanjung Jati B. Saat itu, Kontrak Teknik, Perolehan dan Konstruksi (Enggineering, Procurement, and Construction-EPC) untuk konstruksi pembangkit diberikan kepada Sumitomo Corporation (SC) dan mulai bekerja pada tahun 1995.
Walaupun dokumen Amdal PLTU ini sudah disetujui oleh kementrian ESDM tahun 1994, namun serangan krisis finansial Asia pada tahun 1997 menghancurkan sektor industri dan ekonomi termasuk di Indonesia yang mengalami krisis terburuk. Akibatnya, tahun 1998 pekerjaan konstruksi Tanjung Jati B harus ditunda dan kemudian dilanjut lagi pada 23 Mei 2003. Perjanjian kesepakatan ditandangani antara PT PLN (Persero) dan PT CJP. Penandatanganan ini menandai tahapan akhir dari proses pembahasan yang telah berjalan bertahun-tahun dan menegaskan langkah untuk segera memulai kembali kerja konstruksi dari proyek yang telah lama terhenti.
Pembangunan PLTU ini tentunya banyak memberikan perubahan bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Mata pencaharian masyarakat yang sebagian berasal dari sektor agraris dan nelayan tentu saja mengalami banyak perubahan karena di dalam pembangunan PLTU ini memerlukan banyak lahan dan sektor yang mengalami dampak penggusuran terbesar adalah sektor pertanian. Meskipun dalam proses pengalihan lahan itu tiap rumah sudah mendapatkan kompensasi, namun dampak lingkungan jangka panjang tetap menjadi mereka pikirkan demi keberlangsungan hidup anak dan cucu mereka.
Meskipun niatnya untuk menjaga ketersediaan energi, pembangunan PLTU di jepara ini tetap saja meninggalkan jejak dampak negatifnya, bahkan dampak negatif tersebut sangat keberlanjutan dalam jangka panjang. Bahkan menurut warga sekitar pembangunan PLTU ini tida melakukan survey dulu terhadap masyarakatnya, dan banyak juga masyarakat sekitar yang justru tidak menahu akan isu-isu pembangunannya.
Dampak negatif dengan adanya PLTU ini antara lain kesulitan masyarakat sekitar PLTU untuk melakukan panen karena terjadi hujan asam akibat polusi pembakaran batubara yang dihasilkan. Kemudian pesisir pantai yang tercemar akibat lalu lalang kapal tongkang yang memuat batubara dari Kalimantan, limbah PLTU yang sebagian besar dibuang ke laut yang ada didekatnya dan masih banyak lagi. Masyarakat sekitar pernah melakukan demo untuk menolak pembangunan dan perluasan PLTU ini dan menuntut pihak untuk lebih memperhatikan lingkungan. Namun, menurut cerita dari masyarakat sekitar, mereka dibungkam oleh preman-preman yang diupah oleh perusahaan.
Tak hanya kerusakan lingkungan oleh hadirnya PLTU Tanjung B ini, di lokasi yang tak jauh dari PLTU yakni di desa Balong pantai Lemah Abang atau yang biasa disebut Mahbang oleh warga lokal terjadi juga inisiasi untuk dikeruk pasirnya. Apabila memang terlaksana, hal ini menambah daftar dari kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Jepara. Pengerukan Pasir Pantai Mahbang ini direncanakan untuk dijadikan bahan baku urugan/timbunan bagi proyek Tol Semarang-Demak. Disamping pasir pantai ini juga mengandung sumberdaya bijih besi dengan kandungan yang cukup tinggi yakni sekitar 80% yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan besi.
Wilayah desa Balong yang menuju lokasi penambangan terbagi dua, yang satu menuju arah lokasi wisata punuk sapi kondisi lahan pertanian yang memang sudah mengalami abrasi sejak penambangan di tahun 2007–2010,dan satunya lagi menuju kawasan arah terjauh menuju bibir pantai Mahabang yang merupakan lahan milik PT.Perkebunan Nusantara ( PTPN IX) yang sepanjang jalan merupakan perkebunan karet dan sebagian perkebunan tebu.
Warga Menolak, Ribuan Hektare Pasir Pantai Lemah Abang Ditambang untuk dijadikan bahan Timbunan Tanggul Tol Semarang-Demak.
Dari pemaparan warga desa, direncanakan akan ada ribuan hektare pasir di perairan balong ini yang dtiambang untuk pembuatan tanggun Tol Semarang-Demak. Mayoritas warga Balong menolak dengan mengkampanyekan beberapa kampanye penolakan di antaranya “Balong Wani”, “Balong Melawan”, dan “Balong Tolak Tambang Pasir Laut” terus digelorakan dalam berbagai kesempatan dan platform media. Tidak hanya di Balong, seruan penolakan juga digaungkan di beberapa tempat umum. Seperti di Bundaran Ngabul Jepara.
Namun setelah banyak upaya penolakan dilakukan, pemerintah tetap berpandangan bahwa penambangan terjadi karena perangkat perijinan telah dilengkapi pihak penambang sesuai dengan prosedur yang ada. Sisi lain menurut pemerintah menitikberatkan pada sisi positif penambangan, yaitu keuntungan ekonomis dari pajak dan retribusi yang diterima oleh Pemerintah Daerah. Warga juga akan menerima dampak berupa terbukanya lahan pekerjaan di area penambangan. Dampak positif setelah berjalan kegiatan Penambangan Pasir dan Pasca penambangan, sebagai bentuk kewajiban tanggung jawab dan kepedulian sosial Perusahaan berkomitmen untuk memberi kontribusi PAD ke Pemda Jepara, membayar Pajak ke Pemerintah, lapangan pekerjaan bagi masyarakat terdampak,
Apabila senyatanya kegiatan penambangan ini tetap direalisasikan kedepannya akan memperparah abrasi yg terjadi di pantai balong yang selama ini sudah terjadi, dapat menimbulkan konflik horizontal, menurunkan kualitas lingkungan hidup, merusak ekosistem laut, serta memicu tingginya gelombang air laut dan di khawatirkan akan ada perubahan garis pantai dari dampak ini. Disamping itu, akan muncul pula dampak negatif selama berlangsungnya penambangan pasir laut diantaranya berubahnya fisiografi dan geologi, perubahan arus dan gelombang, meningkatnya kekeruhan, terganggunya aktivitas nelayan, serta adanya gangguan biota laut.
Kabupaten Jepara yang indah dan eksotis, pada kondisi kenyataanya sudah mengalami dan dibayangi beberapa dampak kerusakan lingkungan dari hadirnya PLTU Tanjung B yang sebagai pembangkit listrik dengan bahan baku yang tidak ramah lingkungan ditambah dengan rencana penambangan pasir pantai Lemah Abang di Desa Balong yang menambah laju abrasi dan mengancam kelestarian laut jepara. Dampak-dampak yang demikian harus terus diminimalisasi dengan terus mengembangkan pariwisata di Lemah Abang agar segala potensi yang ada dapat dimaksimalkan dengan prinsip kelestarian dan keberlanjutan. Sedangkan untuk PLTU yang sudah terlanjut beroperasi sekian lama harus dibatasi ijin operasinya sehingga dampak dari pembakaran batubara ini tidak terus mencemari langit Jepara dan merugikan petani di sekitarnya.
Referensi:
Aji, Bayu Prakoso dkk. 2016. Evaluasi Dampak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Pltu) Tanjung Jati B Di Desa Tubanan Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara. https://www.neliti.com/id/publications/96903/evaluasi-dampak-pembangunan-pembangkit-listrik-tenaga-uap-pltu-tanjung-jati-b-di (Diakses Pada 12 Agustus 2022, Pukul 23.56 WIB)
Kabar Jepara. 2016. Sejarah PLTU Tanjung B Jepara. https://www.facebook.com/284641768379178/posts/menilak-sejarah-pltu-tanjung-jati-b-jeparapltu-tanjung-jati-b-terletak-di-ujung-/553338694842816/. (Diakses Pada 12 Juli 2022, Pukul 13.17 WIB)
Mansur, Faqih. 2021. Suara Penolakan Tambang Pasir Laut Menggelora di Balong Jepara. www.murianews.com/2021/05/04/216565/suara-penolakan-tambang-pasir-laut-menggelora-di-balong-jepara. (Diakses Pada 23 Juli 2022, Pukul 20.34 WIB)
PMII Rayon Saintek. Penambangan Pasir Laut Balong Jepara https://www.pmiisaintekws.org/2021/08/penambangan-pasir-laut-balong-jepara.html?m=1 (Diakses Pada 12 Agustus 2022, Pukul 23.54 WIB)
Puji Sumono Kaperwil Jateng (2021, April 22). Pro Dan Kontra Penambangan Pasir Laut Di Perairan Jepara. Diakses dari https://palangkanews.co.id/pro-dan-kontra-penambangan-pasir-laut-di-perairan-jepara/ (Diakses Pada 29 Juli 2022, Pukul 21.20 WIB)
Redaksi. (2021, Mei 2). Penambangan Pasir Laut Balong Jepara Hanya Kamulfalse. Diakses dari https://energyworld.co.id/2021/05/02/gawat-penambangan-pasir-laut-balong-jepara-hanya-kamulfalse/ (Diakses Pada 19 Juli 2022, Pukul 21.20 WIB)