PT RUM Tak Hanya soal Penumbalan Udara Segar dan Air Bersih

Walah Unnes
6 min readMar 25, 2021

--

Oleh Ardhiatama Purnama Aji, Menteri Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2021

Demonstrasi di depan PT. RUM (Jurnalislam.com)

Sejak menjadi mahasiswa baru, saya kerap mendengar pemberitaan mengenai PT Rayon Utama Makmur (RUM), yang melakukan produksi di Nguter, Sukoharjo. Pemberitaan itu membicarakan pencemaran udara dan air yang begitu “sakit”, mendera warga yang ada di sekelilingnya. Bahkan, hingga belakangan ini, informasi yang menyebut nama PT RUM masih mejeng di layar ponsel saya. Pada 27 Februari 2021 misalnya, saya menerima pesan Whatsapp dari Filipus Galang — Wakil Menteri Aksi dan Propaganda BEM KM UNNES 2021 — di grup besar Kemenkoan Pergerakan.

Pesan tersebut berisi siaran pers tentang ulah PT RUM yang masih mencemari lingkungan. Di dalamnya, warga terdampak menuntut PT RUM untuk menghentikan pencemaran lingkungan. Mereka turut mendesak Pemerintah Kabupaten Sukoharjo serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada PT RUM. Lantas kita pun bertanya-tanya, apaan sih PT RUM itu? Apa yang mereka kerjakan sehingga mencemari lingkungan? Untuk mencari jawabannya, mari cecap tulisan ini.

PT RUM dan Pencemaran Lingkungan di Sekitarnya

PT RUM merupakan korporasi yang memproduksi serat rayon dengan target 80.000 meter dalam setahun. PT RUM berdiri di atas tanah seluas 578.058 m2 di Jalan Raya Songgorunggi-Jatipuro, Desa Plesan, Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah. Dalam produksi serat rayon tersebut, mereka diperkuat oleh sekira 1.400 tenaga kerja (PT RUM Indonesia, n.d.).

Dalam pelaksanaan operasional, PT RUM ternyata melakukan pencemaran lingkungan dengan limbah udara dan cair. Limbah udara yang dimaksud itu adalah karbon disulfida (CS2). Karena limbah tersebut, 28 warga terjangkit infeksi saluran pernapasan (ISPA) berat, 72 warga terjangkit ISPA ringan, 56 dispepsia, dan seorang terjangkit dermatitis — penyakit kulit karena limbah cair (Sumandoyo, 2018).

Kejadian itu diduga mengundang Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo untuk mengirim tim independen, guna mengkaji limbah yang dikuarkan PT RUM. Berikutnya, tim independen mengambil sampel di sejumlah titik pembuangan yang berjarak 500 m dari pabrik, pada 31 Januari-5 Februari 2018. Mereka kemudian mengujinya di laboratorium Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dari uji laboratorium, sampel limbah cair PT RUM dinyatakan tidak memenuhi parameter baku mutu limbah cair berdasarkan Total Dissolved Solid (TDS) dan Chemical Oxygen Demand (COD) (Widyastuti, 2018).

Pengolahan limbah gas PT RUM juga disinyalir belum memadai dalam pengurangan muatan gas H2S. Maka bisa ditebak, warga sekitar pabrik mengalami dampaknya. Laporan uji laboratorium tim independen menyebut, gas hidrogen disulfida (H2S) dari PT RUM mempunyai densitas setinggi 1,393 g/dm3, atau di atas densitas udara (1,293 g/dm3). Setelah ditelisik absorsi gas di sekeliling cerobong pabrik rupanya belum berjalan maksimal. Artinya, warga sekitar dapat menghirup gas H2S dengan mudah (Widyastuti, 2018).

Pencemaran air dan udara tersebut tentunya membuat warga setempat gusar, bahkan geram. Sadurunge usum maskeran selama pandemi, warga empat desa (Celep, Plesan, Gupit, dan Pengkol) sekitar PT RUM tertib menggunakan masker saat beraktivitas. Barangkali karena sudah muak, warga melakukan unjuk rasa di Kantor Bupati Sukoharjo pada 22 Februari 2018.

Tak ayal, Bupati Sukoharjo, Wardoyo harus mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penghentian sementara produksi PT RUM hingga Agustus 2019 (Prabowo, 2020). Setelah beroperasi lagi, PT RUM masih menyita perhatian publik karena berita pencemaran lingkungan olehnya, bahkan hingga sekarang.

PT RUM dan Sritex dalam Kubangan Spatial Fix

Dalam konteks pencemaran udara dan air, PT RUM tampaknya tak sendirian, tapi mempunyai pertalian dengan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang memproduksi seragam TNI dan telah berdiri sejak 1966. Pertalian yang dimaksud adalah kepemilikan PT RUM yang dipegang oleh keluarga empunya Sritex (Putsanra, 2018).

Kesalingkaitan antara PT RUM dan Sritex sejatinya telah dibantah oleh Sekretaris PT RUM, Bintoro Dibyoseputro. Ia mengatakan, PT RUM dan Sritex adalah dua korporasi yang terpisah. Padahal, menurut laporan keuangan Sritex tahun 2014, Sritex secara spesifik menyebut, PT RUM sengaja dibangun untuk menambah pasokan bahan baku serat rayon produksi tekstil Sritex (Suwiknyo, 2020).

Dari laporan tersebut saja, kita bisa mengonklusi bahwa Sritex sengaja membangun PT RUM, yang terpisah oleh jarak sekira 11 km. Begitu pula, pencemaran udara dan air oleh PT RUM bertaut dengan aspek geografi dan ekonomi-politik. David Harvey, seorang geografer Marxis menjelaskan tentang ekspansi spasial semacam itu sebagai spatial fix. Menurut Harvey, spatial fix ini mempunyai dua cara yang, meski saling terkait, namun berbeda (Herod, 2019).

Pertama, spatial fix merupakan istilah yang Harvey tujukan kepada penyesuaian fisik suatu tempat kapital, untuk mengamankan nilai lebih dalam proses produksi. Kedua, istilah tersebut ditujukan kepada cara kapitalis memecahkan krisis over-akumulasi untuk sementara, dengan membangun ruang geografis baru dari investasi mereka — katakanlah lewat mengeluarkan kelebihan modal atau lanskap fisik sebagai sebuah gudang penyimpan bagi modal lebih.

Spatial fix ini tentunya tidak hadir secara makbedhundhuk, atau tiba-tiba. Para korporat/kapitalis memiliki pemahaman, mereka harus menciptakan ruang baru untuk penanaman modal dan lanskap kapitalisme pada umumnya. Dengan begitu, mereka dapat menghasilkan, mengamankan, dan mewujudkan nilai lebih. Harvey berkata: capital must collectively and individually invest in ‘factories, dams, offices, shops, warehouses … the list is endless’ (Herod, 2019).

Sebagaimana yang Harvey katakan, kapitalis memahami produksi ruang itu tidak terbatas dan wajib dilakukan. Sritex pun demikian. Selain PT RUM, Sritex telah menciptakan ruang baru berupa, sedikitnya, tiga anak perusahaan di Boyolali dan Semarang, yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Britatex Industries (Suwiknyo, 2020). Dari sini, spatial fix telah benar-benar dilakukan oleh Sritex.

Sritex adalah korporasi garmen dan tekstil terbesar se-Indonesia, bahkan se-Asia Tenggara. Selama satu tahun, mereka dapat memproduksi 1,2 juta potong seragam militer pada 1998. Dua tahun kemudian, Sritex dipercaya memproduksi seragam militer dari 30 negara di dunia. Di sisi lain, Sritex memerlukan pemasok serat rayon sebagai bahan baku (Syafina, 2018).

Akumulasi berlebih dan kebutuhan Sritex atas pasokan serat rayon mewajibkan Sritex melakukan spatial fix, ekspansi spasial yang membidani kelahiran PT RUM. Syafina juga menyebut, pembangunan PT RUM ini dilakukan Sritex untuk menambah laba serta menjadikannya perusahaan tekstil dan garmen yang integral, dari hulu ke hilir. Hal ini sangat cocok dengan ungkapan Harvey di atas, para kapitalis (dalam hal ini, Sritex) melakukan spatial fix guna memperoleh nilai lebih.

Modal, sebagaimana ujar Harvey, harus diinvestasikan dalam wujud ekspansi spasial, karena sifat ruang (bagi kapitalis) yang tak terbatas. Pada Juni 2015, para kapitalis Sritex mengumumkan rencana menciptakan ruang seluas 80 Ha untuk pabrik serat rayon — PT RUM — dan perkebunan eukaliptus di Sukoharjo. Salah seorang kapitalis itu, Kurniawan Lukminto menyebut bahwa ekspansi spasial tersebut membutuhkan investasi senilai 300 juta dollar AS (Syafina, 2018).

Lantas, apa dampak dari spatial fix ini? Dengan ketetapan hati, saya akan menjawab: banyak hal. Dalam proses produksi Sritex saja misalnya. Sritex diketahui telah mencemari Kali Langsur dengan limbah cair berwarna cokelat pekat dan berbau menyengat (Amali, 2020). Menurut pengakuan warga, pembuangan limbah cair tersebut terjadi sejak 20 tahun yang lalu. Karenanya, warga — dari 13 kampung sekitar Kali Langsur — melakukan protes dan hanya diganjar uang senilai 200 juta rupiah. Dari narasi tersebut, spatial fix Sritex kepada PT RUM memang serupa, ekspansi spasial juga ekspansi pencemaran lingkungan.

Spatial fix para kapitalis, saya tegaskan, akan terus meluas dan mengubah banyak hal di sekeliling kita. Ia hadir menimbulkan pengambilalihan tanah, dari milik warga setempat menjadi milik korporat. Sumber daya alam yang ada juga akan terus digerus. Perubahan lanskap pun akan menjadi nyata, yang mulanya pertanian menjadi pabrik-pabrik, dari ruang hidup sehat ke ruang hidup sekarat. Pertanyaan terakhir, mau sampai kapan?

Referensi

Amali, Z. (2020, September 12). Limbah Mengalir Sampai Jauh. Retrieved from Tempo.co: https://majalah.tempo.co/read/hukum/161419/investigasi-perusahaan-perusahaan- pencemar-sungai-bengawan-solo

Herod, A. (2019). “Spatial Fix”. In A. Orum, The Wiley Blackwell Encyclopedia of Urban and Regional Studies (p. 1). John Willey & Sons Ltd.

Prabowo, H. (2020, Maret 31). Kisah Muram Keluarga Aktivis Di Balik Kriminalisasi Limbah PT RUM. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/kisah-muram-keluarga- aktivis-di-balik-kriminalisasi-limbah-pt-rum-eJVD

PT RUM Indonesia. (n.d.). Company Profile. Retrieved from PT. Rayon Utama Makmur: https://www.rum-indonesia.com/Profile.html

Putsanra, D. (2018, Oktober 29). Melawan ‘Bau Tahi’ PT RUM Berujung Bui. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/melawan-bau-tahi-pt-rum-berujung-bui-c2Ur

Sumandoyo. (2018, Oktober 29). Tirto.id. Retrieved from Biang Bau Pencemaran Limbah PT Rayon Utama Makmur Sukoharjo: https://tirto.id/biang-bau-pencemaran-limbah-pt- rayon-utama-makmur-sukoharjo-c8aQ

Suwiknyo, E. (2020, Agustus 20). Sritex, RUM dan Isu Lingkungan. Retrieved from Bisnis.com: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200811/257/1277971/sritex-rum-dan- isu-lingkungan-

Syafina, D. (2018, Oktober 29). Relasi PT RUM & Sritex: Menyembunyikan Bau dari Hidung Sendiri. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/relasi-pt-rum-sritex-menyembunyikan-bau-dari-hidung-sendiri-c8LB

Widyastuti, F. R. (2018). “Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Studi Kasus PT. Rayon Utama Makmur (RUM) di Kabupaten Sukoharjo”. Artikel Skripsi Fakultas Hukum (pp. i-15). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

--

--

Walah Unnes
Walah Unnes

Written by Walah Unnes

Media Informasi Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2022

No responses yet