REFLEKSI HARI LAUT: MENILIK PENANGANAN SAMPAH PLASTIK DI LAUT INDONESIA
oleh Dea Iswandi Menteri Kordinator Lingkungan dan Masyarakat BEM KM UNNES 2022
Sekilas Tentang Hari Laut
Hari Laut Sedunia atau World Ocean Day diperingati setiap tanggal 8 Juni. Meski baru ditetapkan secara resmi oleh Perseriakatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2008, namun gagasan meningkatkan kesadaran umat manusia untuk terlibat dalam menjaga kelestarian laut sudah dikampanyekan sejak United Nations Conference on Environment and Development pada 1992 di Rio de Janeiro, Brasil.
Pada tahun ini World Ocean Day mengusung tema Revitalisasi: Aksi Kolektif Untuk Lautan. Tema tersebut diambil atas keperihatinan kondisi laut hari ini, dimana sekitar 90% populasi ikan besar di laut habis, dan sekitar 50% terumbu karang hancur. Kondisi ini menunjukan bahwa manusia mengambil lebih banyak dari laut dari seharusnya. Padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa lautan menutupi lebih dari 70% planet bumi, laut merupakan sumber kehidupan umat manusia. Lautan menghasilkan setidaknya 50% oksigen, merupakan tempat bagi sebagian besar keanekaragaman mahluk di bumi. Lautan juga merupakan sumber utama protein bagi lebih dari satu miliar manusia di bumi. Selain itu hampir 40 juta orang menggantungkan rezekinya dari industri laut.
Dengan pentinnya peran lautan bagi kehidupan manusia, peringatan hari laut seyogyanya tidak dijadikan hanya sebagai seremonial belaka, melainkan untuk menumbuhkan semangat kolektif untuk menciptakan keseimbangan baru dan memulihkan kembali ekosistem laut. Peringatan hari laut merupakan refleksi diri dan momentum bagi umat manusia untuk memberikan perhatian lebih pada permasalahan laut yang semakin kompleks.
Kondisi Laut Indonesia
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), Secara menyeluruh luas wilayah lautan dan daratan mencapai 5.176.800 kilo meter persegi yang terdiri dari luas wilayah laut mencapai 3.257.357 kilo meter persegi dengan batas wilayah laut/teritorial dari garis dasar kontinen sejauh 12 mil diukur dari garis dasar, dan luas daratannya mencapai 1.919.443 kilo meter persegi (Harrie, 2013). Artinya luas wilayah lautan di Indonesia lebih luas dari luas daratan wilayah indonesia. Maka sangat wajar apabila Indonesia memiliki potensi kekayaan lautan yang sangat melimpah. Mengutip data dari Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) RI, Potensi lestari sumber daya ikan laut di Indonesia diperkirakan sebesar 12,54 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah. Laut Indonesia memiliki lebih dari 8.500 spesies ikan, 555 spesie rumput laut serta 950 biota terumnbu karang. Bahkan sumber daya ikan yang berada di wilayah laut Indonesia meliputi 37 persen dari spesie ikan di dunia (Anggi, 2021).
Dengan potensi kekayaan laut yang besar itu tentunya membutuhkan manajemen pengelolaan yang tepat dan baik. Pengelolaan tersebut dibutuhkan agar potensi dan pemanfaatannya dapat bermakna, memberikan keuntungan, dan bahkan nilai tambah bagi kehidupan masyarakat. Namun faktnya saat ini laut Indonesia bak harta yang berada dalam bahaya. kondisi laut Indonesia tengah dihadapkan dengan sejumlah kompleksitas permasalahan, mulai dari polusi air laut dan pesisir akibat pembangunan, eksploitasi sumber daya yang berlebihan, tata kelola dan penegakkan hukum yang lemah hingga permasalahan sampah yang kian memperihatinkan.
Permasalahan Sampah di Laut Indonesia
Permasalahan sampah laut merupakan salah satu permasalahan terbesar saat ini. Berdasarkan penelitian Jenna R. Jambeck dari Universita Georgia pada tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat sekitar 275 juta ton sampah plastik di seluruh dunia. Sekitar 4,7–12–7 juta ton sampah terbuang ke laut, artinya dalam satu menit hampir satu truk penuh sampah dibuangkan ke laut (Taufan, 2019). Termasuk wilayah lautan Indonesia, pada tahun 2020 wilayah laut Indonesia sudah tercemar oleh sekitar 1.772,7 gram sampah per meter persegi (g/m2). Apabila total luas lautan Indonesia yaitu sekitar 3,25 juta km2, maka bisa diperkirakan bahwa jumlah sampah di laut Indonesia secara keseluruhan sudah mencapai 5,75 juta ton (Vika, 2022).
Sampah di wilayah lautan Indonesia terdiri dari sampah kaca dan keramik sekitar 226,29 g/m2 atau 12,76% dari total sampah di laut. Kemudian sebanyak 224,76 g/m2 sampah yang ada di lautan Indonesia berupa logam dan sampah berupa kayu 202,36 g/m2 terdapat juga sampah jenis karet sekitar 110,64 g/m2 serta sampah kertas dan kardus sebesar 21,86 g/m2. Dari sekian banyak jenis sampah di wilayah lautan Indonesia, Sampah plastik mendominasi dengan proporsi tertinggi atau sekitar 35,4% dari total sampah di laut Indonesia pada 2020.
Saat Indonesia menempati posisi kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah Tiongkok. Para pelaku industri bereperan penting atas krisis sampah laut di Indonesia, mereka telah memanfaatkan budaya konsumtif masyarakat dengan menawarkan produk praktis yang dikemas dengan plastik sekali pakai. Mengutip laporan Greenpeace bahwa konsumsi plastik nasional masih didominasi oleh plastik kemasan sebesar 65%. Dari total permintaan plastik kemasan, sekitar 60% diserap oleh industri makanan dan minuman. Maka tidak heran jika beberapa hasil penelitian memperkirakan pada tahun 2050 akan ada 12 miliar ton sampah plastik di lingkungan serta sekitar lebih dari 32% sampah plastik tidak tertangkap atau tertangani dan menjadi sampah yang berujung mengotori daratan dan lautan (Greenpeace, 2019).
Padahal sebagaimana yang kita tahu bahwa keberadaan sampah laut berpengaruh buruk bagi berbagai habitat laut, tak hanya itu sampah plastik juga mengancam umat manusia melalui mikroplastik berbahaya yang sangat mudah memasuki rantai makanan, polusi plastik akan sangat mempengaruhi kesehatan manusia. Namun sayangnya hanya sedikit orang yang sadar untuk terlibat dalam kelestarian laut, selain itu kebijakan dan solusi dari pemerintah juga belum maksimal bahkan regulasi dan penegakkan aturan untuk menurangi sampah laut masih lemah.
Regulasi dan Penegakkan Hukum yang Lemah
Dari perspektif hukum, penanganan sampah laut masih sangat lemah. Jika berpacu pada sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman baik dari struktur hukum, substansi hukum serta budaya hukum dalam penanganan sampah plastik di laut masih sangat lemah. Secara substansi aturan perihal sampah plastik dapat ditelusuri dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Pada level Undang-Undang terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebetulnya dalam UU a quo mengamanatkan dua substansi pengelolaan sampah yaitu pendekatan hulu atau pengurangan pada sumber dan pendekatan hilir atau penanganan sampah. Namun dalam aturan turunannya yakni Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Pengananan Sampah Laut paradigma yang diterapkan masih menitikberatkan pada penanganan di hilir sampah saja (end of pipe).
Perpres 83/2018 belum menghadirkan solusi pengelolaan sampah yang dapat menjawab permasalahan. Solusi dan kebijakan dalam Perpres a quo lebih mengarah pada mendorong pemanfaatan sampah menjadi bahan bakar minyak (BBM) hingga menjadi pembangkit listrik melalui pembuatan purwarupa peralatan PLTSa. Dalam muatan peraturan a quo solusi kebijakan yang berfokus pada sumber permasalahan polusi sampah sangat minim, misalnya mendorong setiap Pemerintah Daerah untuk membentuk kebijakan disinsentif di setiap wilayah yurisdiksinya. Kebijakan disinsentif tersebut dapat ditujukan khususnya bagi produsen, pemegang merek, pelaku usaha ritel modern, pusat perbelanjaan, jasa, dan makanan yang tidak melakukan pengelolaan sampah dengan baik.
Dari segi legal structure implemetasi penegakan hukum bagi para pihak yang melakukan pencemaran laut juga masih sangat lemah. Contohnya seperti tidak tegasnya aparat penegak hukum dan pemangku kebijakan saat salah satu Kapal Motor yang dikelola oleh PT Pelni melakukan pembuangan sampah ke laut. Padahal secara perundang-undangan, Indonesia memiliki seperengkat aturan yang dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk menindak tegas pencemar lautan tersebut seperti Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, terdapat juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim. Namun sayangnya pada tataran implementasi amanat perundang-undangan a quo diabaikan.
Selamat Hari Laut 8 Juni 2022
Melalui momentum hari laut diharapkan semakin banyak orang yang memahami permasalahan laut khususnya sampah laut, semakin banyak orang yang peduli dan tergerak bersatu dalam sebuah proyek sosial untuk pengelolaan laut yang lebih baik dan berkelanjutan. Karena umat manusia perlu segera bergerak melakukan aksi kolektif untuk laut.
Referensi
Anggi Tri Parsetyo, 2021, “Laut Indonesia, Potensi Sumber Daya Alam Lautan”, Sekolah Islam Terpadu Al-Haraki
Adharsyah, Taufan. 2019. Sebegini Parah Ternyata Masalah Sampah Plastik di Indonesia. CNBC.Indonesia.diakses.dari.laman.https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia pada 7 Juni 2022 pkl 22.01 wib.
Azkiya Dihni, Vika. 2022. Ada Berapa Banyak Sampah di Laut Indonesia. diakses dari laman https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/18/ada-berapa-banyak-sampah-di-laut-indonesia pada 7 Juni 2022 pkl 22.14 wib.
Greenpeace. 2019. .Krisis Belum Terurai. diakses dari https://www.greenpeace.org/indonesia/laporan/4230/krisis-belum-terurai/ pada 7 Juni 2022 pkl 23.08 wib.
Herie Saksono, 2013, “Ekonomi Biru: Solusi Pembangunan Daerah Berciri Kepulauan Studi Kasus Kabupaten Kepulauan Anambas”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemerintahan Umum dan Kependudukan Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP)- Kementerian Dalam Negeri
Idul H.M,. 2018. Indonesia Peyumbang Terbesar Sampah Plastik Ke Laut di Dunia. Pontas.id diakses dari laman https://pontas.id/2018/06/06/indonesia-peyumbang-terbesar-sampah-plastik-ke-laut-terbesar-di-dunia/ pada 10 Juni 2022 pkl 15.09 wib.
Saksono, Herie. 2013. Ekonomi Biru: Solusi Pembangunan Daerah Berciri Kepulauan Studi Kasus Kabupaten Kepulauan Anambas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemerintahan Umum dan Kependudukan Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP)- Kementerian Dalam Negeri.
Taufan Adharsyah, 2019, “Sebegini Parah Ternyata Masalah Sampah Plastik di Indonesia” , CNBC Indonesia diakses dari laman https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia pada 7 Juni 2022 pkl 22.01 wib.
Vika Azkiya Dihni, 2022, “Ada Berapa Banyak Sampah di Laut Indonesia?”, diakses dari laman https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/18/ada-berapa-banyak-sampah-di-laut-indonesia pada 7 Juni 2022 pkl 22.14 wib.