Tumpahan Minyak di Perairan Kawarang, Bagaimana Nasib Biota Laut?

Walah Unnes
4 min readMay 23, 2021

--

Oleh: Fitri Daeni dan Sinta Dwi Septiningtyas, Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2021

Ilustrasi Tumpahan Minyak di Karawang (iNews)

Dikutip dari cnbcindonesia.com, terjadi kebocoran pipa minyak bawah laut di sekitar area BZZA, sumur minyak yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) pada Kamis 15 April 2021. Akibatnya, setidaknya, delapan barel minyak tumpah di perairan Karawang. Minyak merupakan polutan yang memiliki potensi besar mencemari air laut. Pencemaran minyak merupakan penyebab utama pencemaran laut yang dapat membahayakan ekosistem laut karena laut dan biota perairan sangat rentan terhadap minyak. Menurut Ali (2021) tumpahan minyak atau spill oil sebelumnya pernah terjadi di Karawang pada 2019. Sehingga, kejadian itu merupakan kejadian berulang yang sangat jelas merugikan lingkungan. Tumpahan minyak akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Lingkungan hidup yang terancam akibat tumpaham minyak tersebut tentunya biota laut serta biodiversitas pantai sekitar.

Konsekuensi jangka pendek dari pencemaran minyak adalah kerusakan pada membran sel biota laut oleh molekul-molekul hidrokarbon minyak yang mengakibatkan keluarnya cairan sel dan meresapnya bahan tersebut ke dalam sel (Sulistyono, 2013). Berbagai jenis udang dan ikan akan berbau minyak, sehingga menyebabkan penurunan mutu komoditas tersebut. Secara langsung, minyak dapat menyebabkan kematian ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon monoksida, dan keracunan langsung oleh bahan toksik. Dampak jangka panjang dari pencemaran minyak dialami oleh biota laut yang masih muda (Meirani, 2016). Minyak dapat terabsorpsi dan termakan oleh biota laut, sebagian akan terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulatif ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan.

Secara fisik, pencemaran minyak akan terlihat jelas pada lingkungan laut seperti pantai menjadi kotor akibat permukaan air laut tertutup oleh lapisan minyak atau karena gumpalan mengambang di permukaan air laut. Secara kimiawi, minyak bumi mengandung senyawa aromatik hidrokarbon yang bersifat toksik dan dapat mematikan organisme laut. Secara biologis, adanya pencemaran minyak dapat mengganggu kehidupan organisme termasuk ikan. Oleh karena itu, suatu usaha yang intensif diperlukan untuk meminimalisasi pencemaran minyak di laut (Astuti, 2021). Pengaruh spesifik dari pencemaran minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai tergantung pada jumlah minyak yang mencemari, lokasi kejadian, dan waktu kejadian.

Tumpahan minyak yang terjadi di laut dapat menyebar luas dengan cepat karena pengaruh angin, gelombang, dan arus laut. Apabila tumpahan minyak tersebut tidak segera ditangani dengan cepat dan serius, tentu dampak negatif terhadap kerusakan ekosistem perairan akan semakin meluas. Maka dari itu, peristiwa tumpahan minyak yang terjadi harus sesegera mungkin ditangani sebelum tumpahan minyak tersebut meluas dan tidak terkendali. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden №109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut yang mengamanatkan perlunya penanggulangan tumpahan minyak yang cepat, tepat, dan terukur. Dalam Perpres №109 tahun 2006 pasal 11 menjelaskan bahwa “Setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi pengusahaan minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan pengusahaan minyak lepas pantai atau pimpinan atau penanggung jawab kegiatan lain, yang karena kegiatannya mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di laut, bertanggung jawab mutlak atas biaya: penanggulangan tumpahan minyak di laut; penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut; kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak di laut; dan kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di laut”.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 87 Ayat 1 menjelaskan bahwa “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”. Dengan demikian, PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java perlu membayar ganti rugi ataupun tindakan untuk membersihkan tumpahan minyak yang sudah mencemari lingkungan.

Kemudian, tindak pidana perlanggaran hukum berupa pencemaran lingkungan dijelaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 99 Ayat 1 yang menjelaskan “Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” Namun sampai saat ini, belum ada literatur atau publikasi yang menjelaskan, PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java sudah membayar ganti rugi tersebut. Setidaknya, dalam berita cnbcindonesia.com menyebutkan, tumpahan minyak sudah ditangani dan pembersihan telah dilakukan. Apakah hal tersebut menjamin keselamatan biota laut? Belum tentu. Karena tumpahan minyak di laut hanya dapat didegradasi secara keseluruhan melalui bioremediasi.

Referensi

Astuti, A. D., & Titah, H. S. (2021). Studi Fitoremediasi Polutan Minyak Bumi di Wilayah Pesisir Tercemar Menggunakan Tumbuhan Mangrove (Studi Kasus: Tumpahan Minyak Mentah Sumur YYA-1 Pesisir Karawang Jawa Barat). Jurnal Teknik ITS, 9(2), F111-F116.

Indonesia, R. (2009). Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta Republik Indones.

Meinarni, N. P. S. (2016). Dampak pencemaran lingkungan laut terhadap Indonesia akibat tumpahan minyak Montara di Laut Timor. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(2).

Muhammad Ali. (2021). Tumpahan Minyak Kembali Terjadi di Perairan Karawang. www.antaranews.com : https://www.antaranews.com/berita/2016681/tumpahan-minyak-kembali-terjadi-di-perairan-karawang diakses pada 16 Mei 2021.

Sulistyono, S. (2013). Dampak Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut pada Kegiatan Industri Migas dan Metode Penanggulangannya. Swara Patra, 3(1).

Wilda Asmarini. (2021). Tumpahan Minyak Sampai ke Pesisir Karawang, Ini Tindakan PHE. www.cnbcindonesia.com : https://www.cnbcindonesia.com/news/20210423112029-4-240245/tumpahan-minyak-sampai-ke-pesisir-karawang-ini-tindakan-phe diakses pada 16 Mei 2021

--

--

Walah Unnes
Walah Unnes

Written by Walah Unnes

Media Informasi Kementerian Lingkungan Hidup BEM KM UNNES 2022

No responses yet